Minggu, 13 Mei 2012

Analisis Kasus Berdasarkan Pendekatan Psikoanalisis


Childhood Event
  • Figur ibu lebih dominan
  • Subjek jarang berkomunikasi dengan ayah
  • Pola asuh orang tua yang cenderung memanjakan dan perhatian yang berlebihan
  • Mendapat perlakuan yang berbeda dengan adiknya
  • Prestasi akademik yang selalu baik
  • Keinginan dekat dengan sosok ayah sebagai kepala keluarga
  • Pola asuh orang tua yang mendidik kemandirian
  • Mendapat perlakuan dan perhatian yang sama dengan adiknya

Later Life Event
  • Saat SMP, selalu mendapat nilai baik dan peringkat pertama
  • Namun, saat SMA prestasi menurun karena mulai pacaran dan merasakan sakit
  • Saat kelas 1 SMA, mengeluhkan sering pusing dan kebingungan
  • Subjek sering mengganti posisi barang yang telah diatur ayahnya

Conditioning Event
Kondisi subjek yang sering merasakan pusing dan kebingungan, dan jika penyakit ini kambuh subjek selalu malas untuk melakukan aktifitas, selain itu subjek merupakan pribadi yang tidak bisa jauh dari perhatian orang tua (keluarga).

Traumatic Event
Saat ujian SMA , subjek pernah merasa sangat bingung sampai-sampai subjek tidak membawa alat tulis apapun dan akhirnya tidak mengerjakan soal ujian tersebut.

Precipitating Event
Perasaan kecewa, merasa kurang diperhatikan dan disepelekan oleh suami serta konflik kebingungan dalam diri subjek untuk menuruti suami atau ibu subjek dalam hal minum obat.

The Complex
  • Subjek merasa malu karena tingkat pendidikan yang tidak sejajar dengan suaminya
  • Subjek merasa suaminya cuek dan jarang sekali berkomunikasi dengannya
  • Subjek merasa direndahkan oleh suami, karena setiap kali ada masalah subjek tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Coping tidak efektif
Maka kumpulan dari kekecewaan dan perasaan tertekan yang dialami  subjek selalu disimpan dalam dirinya sendiri menyebabkan subjek melakukan penyesuaian diri yang salah.

Muncul simtom-simtom gangguan jiwa

Minggu, 06 Mei 2012

Dinamika Psikologis Pasien Skizofrenia


Dinamika Psikologis Skizofrenia

Sudut Pandang Psikoanalisis
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, dan merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego memberikan kontribusi terhadap munculnya simtom skizofrenia. Secara umum, kerusakan ego mempengaruhi interpretasi terhadap realitas dan control terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi.simtom positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap factor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik. Simtom negative berkaitan erat dengan faktor biologis, sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat kerusakan intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.
Menurut pandangan psikoanalitik dan psikodinamik, simtom-simtom skizofrenia memiliki makna simbolik bagi pasien.

Sudut Pandang Behavioristik
Menurut ini, anak-anak yang nantinya mengalami skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir yang tidak rasional dengan mengimitasi orang tua yang juga memiliki masalah emosional yang signifikan. Hubungan interpersonal yang buruk dari pasien skizofrenia berkembang karena pada masa anak-anak mereka belajar dari model yang buruk. Stimulus seperti kritik, sifat kejam, dan sangat ingin ikut campur urusan anak dapat membuat anak memberikan respon yang sama bila dihadapkan pada situasi yang serupa.

Sudut Pandang Humanis
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit. Mereka yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan aktualisasi diri dan merasa inferior akan mengalami stress emosional yang akan mengarah pada gangguan jiwa bila tidak segera mendapat penanganan.

Referensi :
Fausiah, Fitri & Widuri, Julianty. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta : UI-Press.

Kasus Anders Behring Breivik


Anders Behring Breivik tumbuh dan tinggal bersama ibunya di Skoyen, Oslo. Breivik lahir di Oslo pada tanggal 13 Februari 1979. Dia merupakan anak dari Wenche Behring, seorang perawat, dan Jens David Breivik, seorang ekonom sipil yang bekerja sebagai diplomat untuk kedutaan Norwegia di London dan Paris setelahnya. Dia menghabiskan satu tahun pertama dalam hidupnya di London sampai orangtuanya bercerai ketika dia berusia satu tahun. Kemudian, ayahnya menikah dengan seorang diplomat. Ibunya juga menikah lagi dengan seorang pegawai tentara Norwegia.

Pada saat Breivik berusia empat tahun, dua laporan mengenai kesehatan mentalnya mengatakan bahwa dia mungkin tidak mendapat perhatian dan perlindungan dari orang tua. Pada saat di bangku sekolah, teman sekelasnya mengatakan bahwa Breivik dikenal sebagai orang yang pandai, memiliki fisik yang lebih kuat daripada orang lain yang berusia sama, dia melindungi orang-orang yang dibully.

Anders Behring Breivik, terdakwa kasus pemboman dan penembakan masal di Norwegia tahun lalu akan membebeberkan bukti-bukti terakhir miliknya terkait tindakan brutalnya itu. Sebelumnya dia sudah mengaku sebagai pelaku pemboman di Oslo dan penembakan yang menewaskan 77 orang.

Tujuan sidang yang dijalaninya adalah untuk membuktikan apakah Breivik mengalami gangguan jiwa atau tidak. Dalam sidang sebelumnya, Jumat (20/4), Breivik mengatakan dia datang ke Pulau Utoeya yang saat itu dipenuhi pemuda yang tengah mengikuti perkemahan pemuda Partai Buruh. Sebelum menembak korban pertamanya, Breivik menuturkan dia mendengar '100 suara' di kepalanya agar mengurungkan niatnya itu. Namun, setelah sempat ragu, dia akhirnya menembak dua korban pertamanya di kepala dan terus berjalan.

Breivik menjelaskan dia mengisi ulang senjatanya saat kehabisan peluru. "Semua memohon agar tidak dibunuh. Saya tembak mereka semua di kepala," kata Breivik. Beberapa orang, lanjut Breivik, berpura-pura mati namun dia mengetahuinya dan tetap menembak mereka. Breivik melanjutkan aksinya di sekeliling pulau. Dia membujuk para pemuda itu keluar dari persembunyiannya dengan mengatakan bahwa dia adalah polisi yang datang untuk melindungi mereka.

Wartawan BBC Steven Rosenberg yang hadir di dalam sidang mengatakan keheningan di ruang sidang berubah menjadi tangis ketika Breivik mengungkapkan kisahnya itu. Pria yang dituduh membunuh 77 orang di Norwegia, Juli tahun lalu, membual tentang serangan yang dilakukannya dalam lanjutan sidang di Oslo, Selasa 17 April. "Saya telah melaksanakan serangan yang paling spektakuler dan canggih di Eropa sejak Perdang Dunia II," kata Anders Breivik di ruang pengadilan.

Dia mengaku melakukan serangan bom di Oslo dan menembaki para peserta perkemahan pemuda di Pulau Utoeya, namun menyatakan tidak bersalah atas dakwaan teror dan pembunuhan massal. "Tindakan itu didasarkan pada kebaikan, bukan setan," tuturnya dan menambahkan dia akan melakukannya serangan yang sama.

Breivik juga mengatakan tindakannya itu diinspirasi dari al-Qaeda dan dia menyangka dia masih hidup pada hari serangan tersebut. Ketika mengakhiri pernyataannya -karena dipaksa oleh hakim- dia mengatakan bertindak untuk membela Norwegia dalam melawan imigrasi dan multikulturalisme. Hakim berulang kali menyela untuk meminta Breivik mempersingkat pernyataannya namun beberapa kali pula dia berkeras menegaskan masih ada yang ingin dia sampaikan.

 

Diamati psikiater

Sebelumnya, tim penasehat hukumnya mengingatkan kalau banyak warga Norwegia yang akan marah dengan pernyataan Breivik. Salah seorang di antaranya, Geir Lippestead, mengatakan bisa memahami keprihatinan keluarga korban bahwa Breivik menggunakan pengadilan sebagai mimbar untuk menyampaikan pernyataan, namun menegaskan bahwa Breivik mempunyai hak untuk menjelaskan tindakannya.

Pembelaan dan kesaksian Breivik, yang diperkirakan berlangsung selama lima hari, tidak akan disiarkan kepada khalayak umum. Wartawan BBC, Matthew Price, yang meliput sidang mengatakan bukti-bukti yang disampaikan Breivik amat penting jika dia dinyatakan waras. Sidang ini dihadiri oleh para psikiater untuk mengamati kondisi kejiwaan Breivik.

Salah satu pertanyaan yang masih membayang-banyangi pengadilan yang akan berakhir sepuluh pekan mendatang adalah kondisi jiwa Breivik, yang pernah mengatakan tidak mengenal ruang pengadilan. Selama persidangan, Breivik tampak tidak memperlihatkan emosi namun meneteskan air mata ketika pengadilan memutar video anti-Islam sepanjang 12 menit yang diterbitkannya di internet pada hari penyerangan. "Saya telah melaksanakan serangan yang paling spektakuler dan canggih di Eropa sejak Perdang Dunia II."

Pengacaranya mengatakan dia tampaknya menangis karena merasa serangannya kejam namun dibutuhkan untuk 'menyelamatkan Eropa dari perang yang sedang berlangsung.'

 

Ruang sidang khusus

Sidang sempat terhenti dan salah seorang dari tiga juri yang merupakan warga biasa -yang di Norwegia ikut mendampingi hakim profesional untuk mengamil keputusan- dihentikan karena pernah mengatakan Breivik sebaiknya dijatuhi hukuman mati. Thomas Indreboe diganti oleh seorang hakim warga biasa yang Senin kemarin menghadiri sidang.

Breivik meledakkan sebuah bom yang ditaruh di mobil barang di luar kantor pemerintah di Oslo pada tanggal 22 Juli dengan korban jiwa delapan orang. Dia kemudian pergi ke Pulau Utoeya dengan mengenakan seragam polisi dan melepas tembakan secara serampangan ke arah peserta perkemahan pemuda yang dilakukan Partai Buruh yang memerintah di Norwegia.

Dalam serangan di pulau itu, 69 orang tewas dan sebanyak 34 orang adalah anak muda berusia antara 14 hingga 17 tahun. Puluhan lainnya menderita luka-luka. Dia menghadapi ancaman hukuman 21 tahun penjara yang bisa diperpanjang sehingga berada di dalam penjara sepanjang hidupnya. Ruang sidang untuk Breivik ini disengaja dibangun khusus dengan kapasitas 200 pengunjung. Sebuah dinding kaca ditempatkan untuk memisahkan para korban dan keluarga korban dari Breivik.

Sebuah tugu peringatan mengenang para korban dibangun di Pulau Utoeya, Norwegia.
Breivik mengakui telah membunuh 77 orang namun menolak jika dia dianggap melakukan kejahatan. Dia mengatakan tengah melindungi Norwegia dari ancaman multikulturalisme.

Dia mengatakan telah melakukan sebuah aksi penting saat melakukan pengeboman kantor pemerintah di Oslo. "Namun penembakan Utoeya menjadi yang terpenting saat kantor pemerintah tidak ambruk seperti yang direncanakan," ujarnya. Hukuman Breivik tergantung keputusan pengadilan soal kewarasannya. Jika waras maka Breivik akan menghadapi hukuman penjara, namun jika dianggap gila maka dia akan dikirim ke rumah sakit jiwa.

Breivik sendiri mengaku dirinya tidak gila namun dia adalah pelaku politik ekstrim. Dalam pernyataan lain di depan pengadilan, Breivik mengaku dia adalah manusia normal dalam situasi normal dan sangat peduli dengan orang di sekitarnya. Dia juga memahami bahwa kesaksian yang dipaparkan di pengadilan membuat orang lain ketakutan. Tetapi, lanjut Breivik, dia telah menjalani program 'dehumanisasi' pada 2006 untuk mempersiapkan dirinya melakukan pembunuhan.

Pria berusia 33 tahun itu menambahkan memunculkan empati sangat tidak mungkin, karena dia akan ambruk secara mental jika mencoba memahami apa yang telah dia lakukan. Saat ditanya apakah dia pernah merasakan kesedihan, Breivik mengatakan dirinya pernah berada dalam sebuah situasi menyedihkan. "Saat pemakaman saudara teman saya. Itulah saat yang paling menyedihkan," ujar Breivik.

Wartawan Al Jazeera, Paul Brennan, melaporkan dari Oslo bahwa Breivik berterus terang di depan pengadilan tentang bagaimana dia mulai menyukai permainan perang selama lebih dari 16 jam sehari setelah pindah bersama ibunya pada 2006. Breivik menggunakan video game "Modern Warfare 2" sebagai latihan untuk mengetahui medan. Dia juga sering bermain game online "World of Warcraft" hingga 16 jam sehari.

"Dia sengaja pergi ke Pulau Utoeya karena mengetahui bekas Perdana Menteri Norwegia (Brudtland) akan berada di sana," kata Brennan. "Pelaku juga akan memborgol korban dan memancungnya. Seluruh kejadian itu akan direkam dan diunggah ke Internet."

Analisis :
Setelah mengulas sedikit mengenai biografi dan pemberitaan mengenai kasus Breivik. Pada kali ini saya akan mencoba menganalisis apakah Breivik termasuk individu yang tergolong atau abnormal.

Kriteria Gangguan Abnormalitas menurut DSM-IV :
Disfungsi Psikologis
Individu yang abnormal tidak dapat menjalankan peran/fungsi dalam kehidupan yaitu tidak dapat mengintegrasikan aspek kognitif, afektif, dan konatif.
  • Kognitif : Breivik menganggap bahwa dirinya telah melaksanakan serangan yang paling spektakuler dan canggih di Eropa sejak Perdang Dunia II dengan membunuh 77 orang di Norwegia dengan alasan dia bertindak untuk membela Norwegia dalam melawan imigrasi dan multikulturalisme. Breivik memiliki kecurigaan yang cukup tinggi terhadap pemerintahan di Norwegia yang dianggapnya mulai diambil alih oleh pasukan multicultural.
  • Afektif : Breivik memiliki afek tumpul dan empati yang kurang. Breivik tampak tidak memperlihatkan emosi namun meneteskan air mata ketika pengadilan memutar video anti-Islam sepanjang 12 menit yang diterbitkannya di internet pada hari penyerangan.
  • Konatif : Perilaku agresif Breivik dimunculkan dengan melakukan pemboman di Oslo dan penembakan yang menewaskan 77 orang untuk melindungi Norwegia dari ancaman multikulturalisme.  Dalam serangan di pulau itu, 69 orang tewas dan sebanyak 34 orang adalah anak muda berusia antara 14 hingga 17 tahun. Puluhan lainnya menderita luka-luka.

Distres : Impairment
Individu yang abnormal menunjukkan pada keadaan “merusak” dirinya baik secara fisik maupun psikologis.
  • Fisik : Breivik tidak memperlihatkan gejala bahwa dirinya melukai dirinya sendiri secara fisik. Akan tetapi, dia melukai bahkan membunuh orang lain dengan melakukan pengeboman dan menembakinya secara agresif.
  • Psikologis : Breivik memiliki empati yang kurang dan mengaku bahwa memunculkan empati dalam dirinya sangatlah tidak mungkin karena itu akan membuat dirinya ambruk.

Respon Atipikal
Reaksi yang tidak sesuai dengan keadaan sosio cultural yang berlaku.
Perilaku kejahatan yang dilakukan Breivik tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungannya. Pada umumnya, orang akan menjaga hubungan baik dengan lingkungan sekitarnya seperti berkomunikasi dan berhubungan baik kepada orang-orang yang masih satu daerah dengan tempat tinggalnya. Namun, Breivik tidak seperti itu.
Breivik berterus terang di depan pengadilan tentang bagaimana dia mulai menyukai permainan perang selama lebih dari 16 jam sehari setelah pindah bersama ibunya pada 2006. Breivik mengakui telah membunuh 77 orang, tetapi menolak jika dia dianggap melakukan kejahatan. Dia mengatakan tengah melindungi Norwegia dari ancaman multikulturalisme. Dia lantang berseru bahwa dirinya tidak bersalah dan menolak mengakui pengadilan terhadap dirinya.

Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa Breivik adalah abnormal. Hal ini didukung oleh hasil pemeriksaan kejiwaan oleh para ahli psikiatri yang menyatakan bahwa Breivik mengalami skizofrenia paranoid karena adanya delusi dan perilaku yang agresif serta kecurigaan yang tinggi. Namun, pada perkembangan yang terbaru Breivik dinyatakan tidak mengalami skizofrenia paranoid tetapi dia memiliki gangguan kepribadian yaitu kepribadian narsistik. Sampai pada saat ini, kasus ini masih dalam tahap pengembangan dan pemeriksaan lebih lanjut.

Referensi :
Fausiah, Fitri & Widuri, Julianty. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta : UI-Press.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/04/120423_breiviktrial.shtml
http://m.tempo.co/2012/04/20/398416/
http://en.wikipedia.org/wiki/Anders_Behring_Breivik
http://metrotvnews.com/read/news/2012/04/20/88626/Anders-Behring-Breivik-Belajar-dari-Al-Qaeda/7

A Beautiful Mind

Hi guys, apa kabar? Semoga dalam keadaan baik ya :)
Udah lama saya ga ngeposting lagi. Nah, kalau sebelum-sebelumnya saya selalu mengulas tentang teori dan kasus-kasus, lain halnya untuk kali ini. Pada kesempatan kali ini, saya akan mereview sebuah film yang tentunya tidak asing lagi bagi sebagian orang. Ya, film A Beautiful Mind… Selain mereview saya juga mencoba membuat analisis mengenai tokoh utamanya yaitu John Forbes Nash dari sudut pandang psikologi. Mau tau lebih lanjut?? Selamat membaca dan semoga bermanfaat ^^

A Beautiful Mind


Film A Beautiful Mind menggambarkan kisah perjuangan seorang ahli matematika genius yang bernama John Forbes Nash, yang berhasil menciptakan konsep ekonomi yang kini dijadikan sebagai dasar dari teori ekonomi kontemporer. Selama Perang Dingin berlangsung, Nash mengidap schizophrenia yang membuatnya hidup dalam halusinasi dan selalu dibayangi ketakutan hingga ia harus berjuang keras untuk sembuh dan meraih hadiah Nobel tahun 1994, kala ia memasuki usia senja.

Kisah dibuka dengan Nash muda di tahun 1948 yang memulai hari-hari pertama kuliahnya di universitas bergengsi, Princeton University. Sejak awal, Nash -lelaki sederhana dari dusun Virginia digambarkan sebagai pribadi penyendiri, pemalu, rendah diri, introvert sekaligus aneh. Aku tak terlalu suka berhubungan dengan orang dan rasanya tak ada orang yang menyukaiku, ujar Nash berkali-kali. Di balik segala kekurangannya, Nash juga digambarkan sebagai laki-laki arogan yang bangga akan kepandaiannya. Ini ditunjukkannnya dengan cara menolak mengikuti kuliah yang dianggapnya hanya menghabiskan waktu dan membuat otak tumpul. Sebagai gantinya, Nash lebih banyak meluangkan waktu di luar kelas demi mendapatkan ide orisinal untuk meraih gelar doktornya dan diterima di pusat penelitian bergengsi, Wheeler Defense Lab di MIT.

Di tengah persaingan ketat, Nash mendapat teman sekamar yang sangat memakluminya, Charles Herman yang memiliki keponakan seorang gadis cilik Marcee. Nash yang amat terobsesi dengan matematika-sampai-sampai menulis berbagai rumus di kaca jendela kamar dan perpustakaan akhirnya secara tak sengaja berhasil menemukan konsep baru yang bertentangan dengan teori bapak ekonomi modern dunia, Adam Smith. Konsep inilah yang dinamakannya dengan teori keseimbangan, yang mengantarkannya meraih gelar doktor. Mimpi Nash menjadi kenyataan. Tak hanya meraih gelar doktor, ia berhasil diterima sebagai peneliti dan pengajar di MIT.

Hidup Nash mulai berubah ketika ia diminta Pentagon memecahkan kode rahasia yang dikirim tentara Sovyet. Di sana, ia bertemu agen rahasia William Parcher. Dari agen rahasia ini, ia diberi pekerjaan sebagai mata-mata. Pekerjaan barunya ini membuat Nash terobsesi sampai ia lupa waktu dan hidup di dunianya sendiri.

Alicia Larde, seorang mahasiswinya yang cantik, yang membuatnya sadar bahwa ia juga membutuhkan cinta. Ketika pasangan ini menikah, Nash justru semakin parah dan merasa terus berada dalam ancaman bahaya gara-gara pekerjaannya sebagai agen rahasia. Nash semakin hari semakin terlihat aneh dan ketakutan, sampai akhirnya ketika ia sedang membawakan makalahnya di sebuah seminar di Harvard, Dr Rosen seorang ahli jiwa menangkap dan membawanya ke rumah sakit jiwa. Dari situlah terungkap, Nash mengidap paranoid schizophrenia. Beberapa kejadian yang dialami Nash selama ini hanya khayalan belaka. Tak pernah ada teman sekamar, Herman dan keponakannya yang menggemaskan, Marcee ataupun Parcher dengan proyek rahasianya.

Untungnya, Alicia adalah seorang istri setia yang tak pernah lelah memberi semangat pada suaminya. Dengan dorongan semangat serta cinta kasih yang tak pernah habis dari Alicia, Nash bangkit dan berjuang melawan penyakitnya.



Analisis :
Davison dan Neale (2001) menyatakan bahwa secara umum karakteristik simtom skizofrenia dapat digolongkan dalam 3 kelompok : simtom positif, simtom negatif, dan simtom lainnya. Simtom positif adalah tanda-tanda yang berlebihan, yang biasanya pada orang kebanyakan tidak ada, namun pada pasien skizofrenia justru muncul. Yang termasuk dalam simtom positif adalah delusi (waham) dan halusinasi. Simtom negatif adalah simtom yang deficit, yaitu perilaku yang seharusnya dimiliki oleh orang normal, namun tidak dimunculkan oleh pasien. Termauk dalam simtom ini adalah avolition/apathy (hilangnya energy dan minat), alogia (kemisikinan isi pembicaraan), anhedonia (ketidakmampuan untuk memperoleh kesenangan), asosialitas, afek datar, dan afek yang tidak sesuai.

Ada lima tipe skizofrenia yaitu Skizofrenia Hebrenik (respon emosional tidak sesuai dan disertai dengan tingkah laku yang aneh), Skizofrenia Paranoid (adanya waham persekusi/kejar), Skizofrenia Katatonik (gangguan pada fungsi motorik dan adanya stupor), Skizofrenia Residual (pernah mengalami skizofrenia sebelumnya), dan Skizofrenia Tipe Tak Tergolongkan.

Dari film A Beatiful Mind dapat diketahui bahwa John Nash menderita skizofrenia paranoid, yang ditandai dengan simptom – simptom atau indikasi sebagai berikut: 
1. Adanya delusi atau waham, yakni keyakinan palsu yang dipertahankan.
- Waham Kejar (delusion of persecution), yaitu keyakinan bahwa orang atau kelompok tertentu sedang mengancam atau berencana membahayakan dirinya, dalam film tersebut yaitu agen pemerintah dan mata – mata rusia. Waham ini menjadikannya paranoid, yang selalu curiga akan segala hal dan berada dalam ketakutan karena merasa diperhatikan, diikuti, serta diawasi.
- Waham Kebesaran (delusion of grandeur), yaitu keyakinan bahwa dirinya memiliki suatu kelebihan dan kekuatan serta menjadi orang penting. John Nash menganggap dirinya adalah pemecah kode rahasia terbaik dan mata – mata atau agen rahasia.
- Waham Pengaruh (delusion of influence), adalah keyakinan bahwa kekuatan dari luar sedang mencoba mengendalikan pikiran dan tindakannya. Adegan yang menunjukkan waham ini yaitu ketika disuruh membunuh istrinya, ketika disuruh menunjukkan bahwa dia jenius, dan ketika diyakinkan bahwa dia tidak berarti oleh para teman halusinasinya.
2. Adanya halusinasi
Persepsi palsu atau menganggap suatu hal ada dan nyata padahal kenyataannya hal tersebut hanyalah khayalan. John Nash mengalami halusinasi bertemu dengan tiga orang yang secara nyata tidak ada yaitu Charles Herman (teman sekamarnya), William Parcher (agen pemerintah) dan Marcee (keponakan Charles Herman). Selain itu juga laboratorium rahasia, dan juga nomer kode yang dipasang pada tangannya.
3. Gejala motorik dapat dilihat dari ekpresi wajah yang aneh dan khas diikuti dengan gerakan tangan, jari dan lengan yg aneh. Indikasi ini sangat jelas ketika John Nash berkenalan dengan teman – temannya dan juga jika dilihat dari cara berjalannya.
4. Adanya gangguan emosi, adegan yang paling jelas yaitu ketika John Nash menggendong anaknya dengan tanpa emosi sedikitpun.
5. Social withdrawl (penarikan sosial), John Nash tidak bisa berinteraksi sosial seperti orang – orang pada umumnya, dia tidak menyukai orang lain dan menganggap orang lain tidak menyukai dirinya sehingga dia hanya memiliki sedikit teman.

Stressor atau kejadian – kejadian yang menekan yang membuat skizofrenia John Nash bertambah parah, yaitu :
- Kalah bermain dari temannya
- Merasa gagal berprestasi untuk mendapatkan cita – citanya
- Merasa tidak dapat melayani istrinya
- Tidak bisa bekerja atau mendapatkan pekerjaan kembali

Karakter Pribadi John Nash, yaitu:
- Pemalu, introvert, penyendiri, rendah diri (merasa dirinya tidak disukai orang lain), kaku, tidak suka bergaul (tidak menyukai orang lain), penarikan diri dari lingkungan sosial.
- Dalam kenyataannya (cerita sebenarnya bukan di film ini) John Nash adalah pribadi yang pemarah, suka bermain wanita, keras, dan kaku.

Setelah menjalani perawatan di rumah sakit jiwa, John Nash menjalani perawatan di rumah dengan Obat Psikoterapetik. Obat ini harus terus diminum secara teratur oleh penderita skizofrenia. Meskipun obat ini tidak dapat menyembuhkan skizofrenia, namun obat – obat antipsikotik akan membantu penderita untuk menghilangkan halusinasi dan konfusi, serta memulihkan proses berpikir rasional. Cara kerja obat – obat antipsikotik yaitu menghambat reseptor dopamin dalam otak. Efek dari pemakaian obat tersebut yaitu : Sulit berkosentrasi, menghambat proses berpikir, tidak memiliki gairah seksual.

Selain terapi biologis, John Nash juga mendapat terapi dari istrinya yaitu berupa dukungan sosial yang diberikan kepadanya, rasa empati, penerimaan, mendorong untuk mulai berinteraksi sosial (dengan tukang sampah), dan dorongan untuk tidak berputus asa dan terus berusaha. Terapi Sosial ini sangat membantu penderita skizofrenia dalam menghadapi peristiwa – peristiwa yang menjadi stressor bagi penderita.

Referensi :
Fausiah, Fitri & Widuri, Julianty. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta : UI-Press.
Maslim, Rusdi. 1995. ed. Buku Saku PPDGJ III, Jakarta.