Selasa, 13 Maret 2012

Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Jiwa

Faktor Somatogenik (Fisik Biologis) 
  • Nerokimia, misal :gangguan pada kromosom no 21 menyebabkan munculnya gangguan perkembangan Sindrom Down
  • Nerofisiologi
  • Neroanatomi
  • Tingkat kematangan dan perkembangan organik
  • Faktor-faktor prenatal dan perinatal

Faktor Psikogenik (Psikologis) 
  • Interaksi ibu-anak
  • Interaksi ayah-anak : peranan ayah
  • sibling rivalry
  • hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat
  • kehilangan : Lossing of love object
  • konsep dini : pengertian identitas diri VS peranan yang tidak menentu
  • tingkat perkembangan emosi
  • pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya : Mekanisme pertahanan diri yang tidak efektif
  • Ketidakmatangan atau terjadinya fiksasi atau regresi pada tahap perkembangannya
  • Traumatic Event
  • Distorsi Kognitif
  • Pola asuh patogenik : sumber gangguan penyesuaian diri pada anak

Pola Asuh Patogenik 

  • Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
  • Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk saja”
  • Penolakan (rejected child). Contohnya : anak korban pemerkosaan, anak dari hubungan di luar nikah
  • Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi
  • Disiplin yang terlalu keras
  • Disiplin yang tidak teratur atau yang bertentangan
  • Perselisihan antara ayah-ibu
  • Perceraian
  • Persaingan yang kurang sehat diantara para saudaranya
  • Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral)
  • Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak)
  • Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau non-psikotik)

Faktor Sosiogenik (Sosial-Budaya) 
  • Tingkat ekonomi
  • Lingkungan tempat tinggal : perkotaan VS pedesaan
  • Masalah kelompok minoritas yg meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai
  • Pengaruh rasial dan keagamaan
  • Nilai-nilai 

 Referensi :
Akbar, Zarina . 2012. Bahan Ajar Slide Power Point Psikologi Abnomal: Faktor-faktor Penyebab Gangguan Jiwa. Psikologi UNJ.

Sabtu, 03 Maret 2012

Social Phobia

Social Phobia
By : SHARON L. Feeney
New York Presbyterian Hospital, Weill CornellMedical Pusat

Summary Case
Mary, berusia 35 tahun, menikah, wanita Kaukasia yang menjalani treatment dengan keluhan kecemasan dan panik ketika dalam situasi berikut: menulis di depan orang lain, beralih satu-ke-satu situasi di tempat kerja, dan pergi ke  dokter. Dalam situasi ini, dia takut bahwa dia akan menunjukkan gejala kegelisahan dan dengan demikian akan dipermalukan dan merasa malu. Karena rasa takut ini, dia telah menghindari situasi ini selama bertahun-tahun atau mengalami kecemasan dengan hebat. Maria didiagnosa menderita fobia sosial dan terlihat selama 31 sesi terapi individu, kognitif-perilaku. Pengobatan melibatkan pemantauan diri, kognitif, relaksasi otot, pelatihan ulang pernapasan, dan graduated eksposure. Pada saat pemutusan hubungan, Mary tidak lagi memenuhi kriteria untuk fobia sosial dan menunjukkan perbaikan di berbagai bidang termasuk menurunkan pengalaman subjektif dari kecemasan, penurunan penghindaran, dan penurunan fisiologi terkait dengan kecemasan. Kasus ini disajikan sebagai contoh penggunaan prinsip-prinsip kognitif-perilaku dalam pengobatan sosial fobia.

Gejala yang dialami subjek adalah gejala gemetar, jantung berdebar, berkeringat ketika berada dalam situasi yang membuatnya takut. Situasi tersebut di antaranya ketika dia menulis di depan orang lain, berpindah dari satu situasi ke situasi yang lain di tempat kerja, dan pergi ke dokter. Karena situasi ini, dia menjadi malu dengan orang-orang di sekelilingnya. Dalam 12 tahun dia dilaporkan tidak menandatangani namanya di depan umum dan tidak berkunjung ke dokter. Menurut subjek, dia mulai mengalami rasa takutnya dan gejala kecemasan ketika putus hubungan dengan pacarnya yang sudah berjalan 4 tahun lamanya. Subjek putus dengan pacarnya setelah pacarnya mengatakan bahwa dia telah menemukan wanita lain. Waktu itu terasa menghancurkan dan sulit bagi subjek. Subjek teringat mengalami gejala depresi yang berlangsung sekitar 1 tahun. Dia mengingat bahwa dia merasa kehilangan minatnya akan aktivitas yang menyenangkan. Selain itu, berat badannya berfluktuasi dengan cepat, mengalami penurunan tidur, sering terbangun di pagi hari, kelelahan di siang hari, dan sulit berkonsentrasi. 

Ketika berada dalam keadaan menulis di depan orang lain dan melakukan aktivitas satu ke aktivitas lain di tempat kerja, tangannya akan berkeringat, jantungnya berdetak kencang, wajahnya memerah, dan terasa terguncang. Dia pertama kalinya merasakan gejala ini setelah putus dengan pacarnya, suatu hari ketika dia menandatangani serikat kreditnya. Mulai takut ketika orang lain sedang menatapnya dan bertanya-tanya apa yang salah dengan dirinya. Subjek merasa sangat malu. Untuk mengatasi hal yang serupa yang akan terjadi dia mulai membayar tunai ketika membeli sesuatu di toko untuk menghindari cek atau menghindari tagihan.
Dia melaporkan, bahwa ketika dia pergi ke dokter kandungan, dia mulai merasakan beberapa tanda fisik kecemasan di ruang tunggu seperti gemetar, berkeringat, wajah memerah, dan peningkatan denyut jantung. Dia ingat ketika semua orang melihatnya dan berpikir betapa idiotnya dia. Ketika masuk ke ruangan dokter, tekanan darahnya tinggi dan dokter mengirimnya segera ke rumah sakit. subjek mengatakan bahwa dia sangat malu dengan kejadian tersebut dan menghindari pergi ke dokter. Subjek mengatakan bahwa dia merasa enggan untuk memiliki anak lagi karena fakta bahwa kunjungan dokter akan diperlukan.

Mary menyatakan bahwa sebagai seorang anak, ia adalah pemalu, pendiam, dan gugup. Ibunya lebih dominan daripada ayahnya. Ibunya sangat protektif terhadap dirinya. Ibunya sering mengambil kendali situasi sosial agar Mary tidak merasa canggung. Jika Mary terlalu malu untuk pergi ke pesta dengan teman-temannya, ibunya menyuruh Mary untuk tidak hadir agar dia merasa lebih baik.
Mary tidak berkencan sampai usia 16 tahun, dia tidak memiliki pacar serius sampai usia 20. Saat dia bertemu Joe, ia terpikat dan menyukai dirinya dan menganggap bahwa dirinya terbaik saat itu di hidupnya. Subjek memiliki pengalaman seksual pertama dengan dia. Setelah 4 tahun menjalin hubungan, Joe tiba-tiba menghentikan hubungan mereka. setelah itu, Mary tidak punya kontak lagi dengannya. Mary menghindari untuk melewati rumahnya. Saat itulah gejala kecemasan subjek dimulai.


Analisis :
Mary didiagnosa mengalami fobia sosial karena menunjukkan ciri-ciri dimana yang seperti yang dijelaskan DSM-IV-TR (APA, 2000), perilaku orang dengan fobia sosial ini ditandai dengan kecenderungan untuk menghindari situasi sosial atau kinerja karena takut terhadap evaluasi negatif. Ciri fobia sosial adalah pengalaman patologis kecemasan ketika dalam situasi tersebut. Ciri-ciri yang dialami subjek adalah gejala gemetar, jantung berdebar kencang, anggota tubuh memerah, tangan berkeringat ketika berada dalam situasi sosial yang membuatnya takut.

Kriteria Gangguan Abnormalitas menurut DSM-IV :
Disfungsi Psikologis
Individu yang abnormal tidak dapat menjalankan peran/fungsi dalam kehidupan yaitu tidak dapat mengintegrasikan aspek kognitif, afektif, dan konatif.
  • Kognitif : Mary berpikir bahwa ada ancaman potensial dari luar diri. Individu yang mengalami fobia sosial mempersepsikan diri mereka dengan lebih negatif daripada orang lain. Individu ini akan menunjukkan peningkatan self-focused attention yang mengindikasikan bahwa mereka mengeluarkan sumber kognitif dalam memonitoring  performa mereka kepada potensi ancaman dari luar dirinya.
  • Afektif : Mary merasa cemas dan takut terhadap situasi yg negatif bagi dirinya.
  • Konatif : Mary menghindari aktivitas dan kegiatan yang dapa membuatnya takut dan cemas seperti  menghindari menulis di hadapan orang lain, berpindah dari satu ke satu situasi di tempat kerja, dan pergi ke dokter. Mary gemetar, jantung berdebar, tangan berkeringat ketika berada dalam situasi yang membuatnya takut seperti di atas.

Distres : Impairment
Individu yang abnormal menunjukkan pada keadaan “merusak” dirinya baik secara fisik maupun psikologis.
  • Fisik : Berat badan Mary berfluktuasi dengan cepat, mengalami penurunan tidur, sering terbangun di pagi hari, kelelahan di siang hari, dan sulit berkonsentrasi.  Tubuhnya gemetar, berkeringat, memerah ketika berada dalam situasi yang membuatnya takut.
  • Psikologis : Mary sangat malu dengan kejadian yang menimpa dirinya. Dia mulai takut ketika orang lain sedang menatapnya dan bertanya-tanya apa yang salah dengan dirinya. Oleh karena itu dia, memilih untuk tidak menulis di depan orang lain serta menghindari pergi ke dokter selama bertahun tahun (sekitar 12 tahun semenjak Mary putus hubungan dengan pacarnya).

Respon Atipikal
Reaksi yang tidak sesuai dengan keadaan sosio cultural yang berlaku.
Reaksi ketakutan dan cemas yang dialami oleh Mary tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungannya. Pada umumnya, orang akan merasa baik-baik saja jika harus memberikan tanda tangannya di depan orang lain, melakukan aktivitas di hadapan orang lain, dan pergi ke dokter. Dokter yang melihat keadaan Mary pun merujuk Mary ke rumah sakit ketika tekanan darahnya menjadi tinggi ketika masuk ke dalam ruangannya. Orang lain bisa pergi ke pesta sedangkan Mary terlalu malu untuk pergi ke pesta dengan teman-temannya, sampai-sampai ibunya mengambil alih kendali sosial Mary dahulu dengan menyuruh Mary untuk tidak hadir ke pesta agar dia merasa lebih baik. Mary sendiri memilih untuk menghindari aktivitas sosial yang mengharuskan dia berhadapan dengan orang lain selama bertahun-tahun.


Referensi :
Feeney, Sharon L. Journal: Cognitive-Behavioral Treatment of Social Phobia. New York Presbyterian Hospital,Weill CornellMedical Center.